tahap uji mental

Just wanna say, lo saat ini adalah pembentukan lo di masa-masa sebelumnya. Hngh, iya-iya, semua orang bego juga tau pernyataan itu. tapi yang lagi iseng pengen gw bahas sekarang itu, kenapa pernyataan itu dimaklumin sama sejuta satu manusia berlubang hidung ganda.

Yang lumayan mendasar itu, jelas masa-masa SD, bukan TK. Satu, ga semua orang ikut TK. Dua, waktu TK, rata-rata pemikiran picik dan brengsek belum terbentuk dalam otak anak kecil yang lagi heboh-hebohnya mau main dan senang-senang. Yang horror itu pas SD, pas anak-anak bocah itu nerima apa yang dia dapet lurus-lurus tanpa pengolahan lebih lanjut. Si kaum picik dan penindas juga superior, lagi heboh-hebohnya nikmatin ‘bakat’ barunya ini, yang jelas butuh korban. Kaum ini, nerima informasi negatif apapun buat nyari-nyari hal yang beda dan bisa dicela dan lain-lain, bahkan kadang pengaruhnya dia dapat dari orang tuanya buat ngelakuin aksi tindasnya ke kaum yang kedua, yang tertindas. Yang entah punya dosa apa tapi selalu aja jadi sasaran empuk si kaum pertama. Berkat rutinitas macam ini, psikologis si kaum kedua mulai kebentuk ke arah negatif. Yang lemah, bakal ngutuk dirinya sendiri karena beda—fisik atau kebiasaan atau apapun—dari kebanyakan orang lainnya. Yang lainnya dan hampir sama-sama ga bisa ngelawan, bakal mupuk rasa sakit hatinya dan jadi dendam sama tipikal si kaum pertama. Bukan ga mungkin nantinya bakal jadi orang-orang yang sinis plus sarkas sama yang namanya kehidupan. Dan ga banyak yang bisa lewatin fase ini dengan bebas hambatan, tanpa harus jadi kaum satu ataupun dua. Ga banyak—kecuali lo si kaum ketiga yang tutup mata dan gamau peduli.

Na’ah, setelah pembentukan pola pikir seorang anak mulai bekerja di tahap enam tahun pertama masa pendidikan formalnya, berikutnya, akan masuk ke tahap yang ga kalah bahayanya, yaitu masa-masa SMP. Kenapa? Jelas, karena masa-masa ini—kek yang udah dibilang kebanyakan orang, adalah tahap pencarian jati diri. Mau kek apa lo ke depannya, masa SMP bisa banget jadi tolak ukurnya. Meskipun lo udah lolos dari tahap SD, bukan berarti lo bisa aman-aman aja ngelewatin tahap yang satu ini. Lingkup pertemenan belum ambil peranan terlalu besar, kalau menurut gw. Yang bahaya itu adalah pencintraan dari lingkungan dimana lo berada, yang dipenuhi sama orang yang lagi berlomba mencoba segala macam hal baru, termasuk obat-obatan. Dan hei, remaja labil yang belum punya pegangan kuat trus haru kena hal macam itu? Ya wassalam aja, sana. Itu satu. Dan jangan lupakan pemikiran yang mulai kritis akan ini itu. Salah temen diskusi dan punya pandangan yang jauh dari kata objektif, dan kesubjektifannya bisa nyesatin lo ya sama aja wassalam. Kritis dan idealis tanpa punya dasar yang masuk akal itu, payah, asal tau aja.

Lanjut ke masa SMA. Masa di mana kepribadianlo benar-benar dapat ujian Maha Dahsyat. Dan percaya, itu bukan hiperbol atau sejenisnya. IMO, di masa ini, siapa temen deketlo bener-bener bakal nentuin mau jadi kek gimana lo ke depannya. Dan temen deket yang gw maksud di sini, bukan sekedar orang-orang yang ngabisin lebih dari setengah hari nemeninlo. Bukan, bukan cuma itu. bukan juga temen dari organisasi keagamaan macam rohis dll itu. meski lo dicekokin kebaikan 24jam dari mereka tanpa ada secuil rasa respeklo ke orang-orang itu, jadi anak rohis bukan jaminan lo bakal jadi marbot di kemudian hari, dudz (eh?)

Temen yang gw maksud dalam tahap ini adalah temen-temen yang bisa lo terima keberadaannya dengan penuh rasa respek, dan lo persilakan dengan atau tanpa rasa ikhlas, masuk ke kehidupanlo lebih jauh dari kebanyakan orang lainnya. Mereka, orang-orang yang bener-bener bisa mempengaruhi cara pandanglo akan banyak hal, termasuk kehidupan. Mereka, yang bisa nepis dan ngobatin trauma atau kekecewaan masa lalu lo akan tahap sembilan tahun sebelumnya dengan pandangannya yang seharusnya masuk akal dan punya dasar yang sangat bagus. Tapi, bukan berarti mereka ini mentor atau juru selamat, ya. Titlenya emang beneran Cuma temen, sumpah, habis perkara. Kalau lo bisa dapetin yang kek gini, maka bersyukurlah. Selamatlah lo dari hal-hal negative yang ga harus lo cerna dan lo aminin banyak-banyak.

Yang jadi masalah itu adalah, saat lo dapet temennya yang malah memupuk rasa sinis dan sarkaslo akan dunia dan elemen-elemennya. Yang merawat luka masa lalu dengan sangat baik hingga si luka tetap jadi kek luka baru yang ga akan pernah sembuh. Yang nanemin di otaklo kalau luka itu bakal nguatinlo di suatu saat nanti, supaya bisa selalu ngingetinlo akan kebrengsekan orang-orang ke lo. Mereka, kaum nyeremin, IMO. Sepintas ngebuatlo kuat dan bisa mengangkangi dunia, ngebuatlo superior dan apa yang ga masuk dalam lingkaranlo cuma sampah ga ada arti. Tapi nyatanya? Entah kenapa gw merasa kasihan. Kaum yang kek gitu beneran bikin sedih. Tau lah, di tempat kita berpijak saat ini emang udah kotor ga karuan. Kalau justru hal itu yang jadi fokus, ya sama aja lo buang-buang masa hiduplo—buat merutuk, menyerapah dan hal lainnya yang sejenis.

Dan berlanjut ke masa kuliah atau pasca SMA. Di masa ini, mungkin pembentukan pribadi udah habis masanya. Di sini, mungkin, lebih ke fase pengujian. Semua apa-apa yang lo dapet di masa 12th sebelumnya akan diuji di fase ini. Akan jadi orang kek apa lo di masyarakat nantinya, semua bergantung lonya sendiri, pada akhirnya. dan sense pemilihan temenlo.

Nb: apa-apa yang telah tertulis jelas Cuma IMO. Gw bukan anak psikologi dan sejenisnya yang bisa bikin tulisan berdasarkan teori ini itu tanpa diselipkan kesubjektifitasan.